Sponsors

Minggu, 10 November 2013

Tidakkah Kamu Perhatikan

Dengan tidak mengurangi rasa hormat karena melulu berbicara tentang waktu yang seolah tidak pernah bosan saya bicarakan. "Penggemar" keahlian analisa kejiwaan mungkin akan dengan bangga (tapi tetap berusaha serius) berkata bahwa "Ooo.. berarti si penulis ini mengalami kekecewaaan atas waktu hingga selalu mengijinkan dirinya untuk membuka pagar lintas waktu yang telah lalu dengan terus membicarakannya, dengan harapan ia bisa kembali ke masa itu dan mengoreksi apa yang mungkin ia ingin benahi atau bla..bla..bla.." atau mungkin pula jika memang sudah tidak sanggup menebak apa yang sesungguhnya membuat saya begitu tertarik pada ciptaan Tuhan yang satu ini, mereka akan bilang "Ooo... Mungkin si penulis ini adalah orang irlandia.., Jadi maaf.. Freud sekalipun tak mampu berandai-andai atas apa yang terjadi pada kejiwaan mereka." :)

Sesungguhnya bukan itu yang terjadi. Kalau saja memang memungkinkan, justru bukan masa lalu yang saya incar. Tapi masa lain dimana kita bisa melihat dari ketinggian yang dengan berada di atasnya, perjalanan atas waktu dari masa lalu menuju masa depan (sampai berakhirnya) bisa terlihat jelas. Sudah tersadari bahwa untuk berada di posisi tersebut tidaklah mungkin. Karena apa?, ya tentu saja karena Tuhan sudah mengambil posisi itu. Sebuah posisi mutlak yang jiwa dan raga saya (atas kehendak Tuhan pula) tidak dipersiapkan untuk mampu menahan beban itu. Jadi selain tidak sopan pada Sang Empunya Hidup ini, tapi juga kita tidak akan pernah mampu mengambil alih posisi itu.

Tidak sedikit dari kita (semoga saya tidak termasuk), yang seolah-olah tampil sebagai penjaga mercusuar lautan waktu. Senjatanya... ucapan menggoda.. "Saya .. .. (nama).. saya mampu bla..bla..bla.. ketik REG spasi NAMA ANDA spasi TANGGAL LAHIR ANDA, maka saya akan.. bla..bla..bla.. kirim ke rekening bank saya.. maap maksudnya, XXXX (nomor hotline)". Secara tersirat, sesungguhnya seorang kawan (yang namanya enggan disebutkan) pernah menasehatkan supaya membiarkan perilaku semacam ini. Karena, pun saya sadari bahwa suara se-menggelegar apapun belum tentu mampu sampai ke telinga mereka. Atau jika memang sampai ke telinganya, ternyata orang-orang ini juga sama seperti kita yang punya dua telinga dan percaya pula pada istilah umum "masuk telinga kiri keluar telinga kanan". Walaupun, keponakan saya yang masih duduk di bangku SMP sekalipun tahu bahwa tidak ada jalan pintas dari telinga kiri ke telinga kanan. :)

Lalu apa sebenarnya yang menjadikan hal-hal ini terjadi?. Jika mencoba ilmiah, kata-kata seseorang* telah menginspirasi saya untuk menjadikan tulisan ini sebagai sebuah (gagasan) jawaban untuk mereka yang merasa telah mampu berada di atas dilatasi waktu. Tapi sayang gagasan beliau* terlalu berat dan rumit jika harus saya rumuskan dalam waktu lima atau sepuluh menit dari sekarang. Jadi mungkin sebagai pengantar (itupun jika masih ada waktu untuk saya), cukup saya sampaikan cuplikan perkataan berikut (tidak tepat kata per kata, tapi saya berusaha se-sesuai mungkin) :

Anggap seekor semut yang berjalan di dinding (atau lantai supaya lebih mudah membayangkan) rumah adalah berdimensi dua, artinya ia hanya memiliki sudut pandang dua dimensi (yaitu kanan-kiri-depan-belakang). Kemudian kita letakkan ujung jari telunjuk kita (dari arah atas semut) di jalur yang akan dilalui semut itu, maka apa yang terjadi.. Ya, semut itu hanya akan terheran-heran karena "tiba-tiba" dihadapannya muncul sebuah garis yang datangnya dari "arah" yang tidak ia ketahui (ingat bahwa kita anggap semut tadi tidak bisa mendongak ke atas). Kemudian semut ini akan mengatakan bahwa "garis" (yang sebenarnya adalah tangan kita) muncul dari alam ghaib. Artinya, ada satu dimensi lain yang tidak semut ketahui, tapi kita ketahui.


Cukup saja dulu, karena semakin banyak kata yang saya kutip akan semakin banyak pula kesalahan yang saya buat. Jadi, setidaknya sampai disini kita harus menyadari bahwa sesungguhnya Dia Yang Maha Besar, menciptakan hidup ini dengan segala ketelitian yang berada jauh diatas dimensi yang kita punya sekarang. Jadi bukankah benar bahwa diatas bumi kita ini, masih ada langit. Diatas langit itu, masih ada langit. Dan begitu seterusnya. Jika si semut tadi menyimpulkan bahwa kita adalah makhluk ghaib, maka bukankah tidak mungkin kesimpulan itu juga berlaku untuk kita.

Bahkan Dia sudah terlalu baik memberi kita banyak contoh (salah satunya semut yang tidak tahu apa-apa itu tadi) untuk memahami sesuatu. Mungkin itu sebabnya Ia banyak menanyakan .. Tidakkah kamu Perhatikan.... ?


Ditulis sebagai nasehat untuk diri saya sendiri. dan yang menginginkan.




* : Santoso, Budi (2009, April 14). Course Lecture (Statistical Physics).
Universitas Nasional. Jakarta, ID


Tidak ada komentar:

Posting Komentar